Jumat, 11 September 2009

gepalassa pareanom

Saat masuk pertama SMA dan sebelum masuk SMA udah da kepengenan buat masuk ekstra pecinta alam. Dan ketika aku dah masuk terwujud keinginan qu yaitu masuk PALA. Awalnya cuma pengen ja, ndaki gunung, penjelajahan, ekspedisi, wall climbing dan macem2. Gepalassa pareanom menjadi pilihan ekstra ku ternyata ga salah. Ternyata pa yang aku dapatkan disini melebihi semua yang aku inginkan pada awalnya. Banyak hal yang bisa aku dapatkan disini. Namun yang lebih banyak aku dapatkan bukan hanya tentang ilmu alam atau cara bertahan hidup di alam bebas. Disini aku bisa mengembangkan apa yang aku punya namun aku tidak menyadarinya klo aku punya. banyak hal yang diajarkan disini, termasuk cara berpikir adn berbicara, hal yang erat hubungannnya. Kita berpikir saja tanpa bisa mengungkapkannya bkal percuma semuanya, dan ketika kita berbicara tanpa berpikir itu juga tidak ada manfaatnya. maka kita harus mempunyai kedua hal tersebut untuk mengerti dan dimengerti. Separuh dari kepribadian ku saat ini dibentuk oleh gepalassa pareanom, terutama saat aku diklat dan aku menjadi ketua di angkatan XV. Banyak teman bisa mendukung kita dan pasti baek, sejelek-jeleknya anak PALA masih bagusnya orang lain. Bayangkan apa yang terjadi jika anak PALA berpikiran jelek, pasti akan terjadi hal2 yang ga orang tua inginkan. Namun Gepalassa pareanom selalu mengajarkan kita saling membantu, yang cowok pasti bakal nglindungi yang cewek itu pasti dimanapun, sampai anter pipis pun bakal di anter dan kita ga bakal macem2. Inget pas kita ndaki lawu ada temen cewek yang ga kuat, akirnya ma salah satu temen cwo di tarik dan akirnya ampe puncak, sebenarnya itulah arti persahabatan yang berada dihati kita di hati gepalassa pareanom. Pendaki tidaklah sama dengan pecinta alam, banyak orang yang tidak tahu hal ini. Sungguh menyesal ketika aku mendengar seseorang bilang bahwa dia telah menaklukkan gunung karean sudah sampai puncak, sesungguhnya bukanlah menaklukkan tetapi mengerti kebesaran Allah SWT. Ketika kita dipuncak sebuah gunung kita akan tertunduk malu karena kesombongan kita selama ini, bahwa apa yang kita miliki sekarang tidak artinya sekali dibandingkan kebesaranNya. Kita bagaikan sebutir pasir ditengah gurun. Sebuah anugerah yang harus kita nikmati tanpa harus merusaknya.

Jadilah seperti anak kecil yang menikmati tanpa harus menguasai

0 komentar:

Posting Komentar